PERSETUJUAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS UNTUK PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DALAM RANGKA PROSES PERADILAN
Abstract
Abstrak: Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang mengambil fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris. Sehubungan dengan kewenangan tersebut yang jadi permasalahan adalah bagaimana bentuk pengaturan persetujuan pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris oleh Majelis Kehormatan Notaris untuk menghadirkan Notaris pada proses peradilan dan bagaimana tindak lanjut proses peradilan dalam hal Majelis Kehormatan Notaris menolak memberikan persetujuan pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris dalam rangka proses peradilan. Penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan historis dan pendekatan kasus.
Penelitian menunjukkan bahwa, pertama jika penyidik ingin melakukan pemeriksaan terhadap Notaris sesuai dengan prosedur yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, tentu saja tidak dapat dilakukan karena Majelis Kehormatan Notaris belum terbentuk. Selama peraturan pelaksanaan Majelis Kehormatan Notaris belum terbentuk, penyidik hanya akan mendasarkan prosedur pemeriksaan pada ketentuan Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kedua, Dalam hal Majelis Kehormatan Notaris menolak memberikan Persetujuan karena Notaris tidak menyaksikan, melihat dan mendengar atau mengalami sendiri pembuatan akta yang dijadikan dasar dugaan tindak pidana. Proses peradilan tetap berlanjut hanya saja penolakan tersebut tidak serta merta dikatakan bahwa Notaris tidak mau bekerjasama tetapi melainkan Notaris mempunyai kewajiban untuk menyimpan dan merahasiakan minuta akta.
Untuk saat ini selama Majelis Kehormatan Notaris belum terbentuk, penyidik dapat langsung memanggil Notaris. Dalam hal Majelis Kehormatan Notaris menolak memberikan Persetujuan karena, Notaris tidak ada dasar dugaan tindak pidana. Proses peradilan tetap berlanjut. Pemerintah harus segera mengeluarkan Peraturan Pelaksana mengenai pembentukan Majelis Kehormatan Notaris. Notaris dapat melindungi dirinya yang terpenting harus terdapat dalam jiwa Notaris itu sendiri yaitu Jujur, Bekerja dengan ilmu yang kita miliki, dan Bekerja dengan baik.
Kata Kunci : Majelis Kehormatan Notaris, Persetujuan Pemanggilan Notaris, Peradilan.
Full Text:
PDFReferences
Ajie Habib. 2009. Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang Jabatan Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Cetakan 2. Bandung: PT. Refika Aditama.
___________. 2013. Sanksi Perdata & Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik.. Bandung: PT.Refika Aditama.
___________.2015. Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Bandung: PT. Refika Aditama.
Erwin, Muhammad dan Amrullah Arfan. 2008. Filsafat hukum mencari hakikat hukum, Palembang: Universitas Sriwijaya. Pengantar Hukum Pajak Ed. Revisi 8. Jakarta: Rajawali Pers.
HR Ridwan. 2002. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Press.
Panggabean H.P. 2012. Hukum Pembuktian, teori praktik dan yurisprudensi Indonesia. Cetakan Pertama. Bandung: Alumni.
Syaifuddin, Muhammad. 2009. Menggagas Hukum Humanistis-Komersial (Upaya Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Kurang dan Tidak Mampu atas Pelayanan Kesehatan Rumah sakit Swasta Bahan Hukum Perseroan Terbatas), Malang. Bayumedia Publishing.
DOI: http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v4i2.166
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Repertorium: Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan ISSN: 2086-809x | e-ISSN: 2655-8610 is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.