Konsekuensi Hukum Atas Konsep Jaminan Dalam Fatwa DSN Terhadap Pembiayaan Mudharabah
Abstract
Abstrak: Dalam setiap pembiayaan atau kredit, jaminan adalah salah satu aspek yang menjadi pertimbangan terhadap dikabulkan atau tidaknya suatu pembiayaan/kredit. Dalam sistem perbankan (konvensional) jika nasabah dalam perjalanan waktu perjanjian ternyata tidak mampu membayar maka bank dapat menggunakan jaminan tersebut melalui mekanisme eksekusi untuk menutup utang dari debitur berdasarkan peraturan yang berlaku. Hal ini berbeda dengan jaminan dalam mudharabah. Jaminan dalam mudharabah bukan sebagai penjamin atas utang piutang sebagaimana dalam bank konvensioanal tetapi berkedudukan sebagai penjamin agar pelaku usaha usaha tidak melanggar akad yang telah disepakati.
Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus kajian dalam tulisan ini adalah bagaimana konsekuensi hukum atas konsep jaminan dalam fatwa DSN nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 terhadap pembiayaan mudharabah pada lembaga keuangan syariah? Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif, sedangkan spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Pendekatan utama yang ditempuh adalah doktrinal.
Jaminan dalam sistem hukum perbankan pada umumnya merupakan sarana pembayaran substitusi jika debitur melakukan gagal bayar (wanprestasi) terhadap utang atas kreditur. Hal ini berbeda dengan akad pembiayaan mudharabah. Perjanjian mudharabah tidak lahir atas dasar utang-piutang antara kreditur dan debitur, melainkan sebagai mitra antara bank syariah sebagai shohibul maal, dan nasabah penerima fasilitas (nasabah debitur) sebagai mudharib, sehingga jaminan dalam mudharabah adalah bukan sebagai penjamin atas utang piutang tetapi berkedudukan sebagai penjamin agar pelaku usaha usaha tidak melanggar akad yang telah disepakati. Meskipun dalam realitasnya praktek jaminan dan agunan bank syariah masih juga menggunakan norma hukum jaminan yang digunakan dalam sistem hukum positif.
Kata Kunci: Hukum, Jaminan, Mudharabah
Abstract: In any financing or credit, collateral is one aspect that is considered whether or not a credit is granted. In the banking system (conventional) if the customer in the course of the agreement turns out to be unable to pay, the bank can use the guarantee through an execution mechanism to cover debts from debtors based on applicable regulations. This is different from collateral in mudharabah. The collateral in mudharabah is not a guarantor for debts as in conventional banks but is a guarantor so that business operators do not violate the agreed contract.
Based on this background, the focus of the study in this paper is how the legal consequences of the concept of collateral in the DSN fatwa number 07 / DSN-MUI / IV / 2000 on mudharabah financing in Islamic financial institutions. This research is normative legal research, while the specification of this research is analytical descriptive. The main approach taken is doctrinal.
Collateral in the banking legal system is generally a means of substitution payment if the debtor defaults on debts against the creditor. This is different from the mudharabah. Mudharabah agreements are not born on the basis of debts between creditors and debtors, but rather as partners between Islamic banks as shohibul maal, and facility recipient customers (debtor customers) as mudarib. So that collateral in mudharabah is not as collateral the guarantor for the debts but is domiciled as a guarantor so that the business actor does not violate the agreed contract. Although in reality the practice of collateral and collateral of Islamic banks still uses guarantee legal norms that are used in the positive legal system.
Keywords: Law; Collateral; Mudharabah
Keywords
Full Text:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v8i2.420
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Repertorium: Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan ISSN: 2086-809x | e-ISSN: 2655-8610 is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.